Senin, 07 April 2014

PISA (Programme Internationale for Student Assesment )

PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang untuk  siswa usia 15 tahun . PISA sendiri merupakan proyek dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca, matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya adalah literasi.
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya.  Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium internasional yang beranggotakan the Australian Council for Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement (Citogroep), the National Institute for Educational Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States.
Tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains bagi siswa usia 15 tahun. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa di Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor – faktor yang mempengaruhinya. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum.Masing-masing aspek literasi yang diukur adalah sebagai berikut:
o  Membaca : memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan.
o  Matematika : mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasarmatematika yang diperlukan seseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
o  Sains : menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahamifakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi padalingkungan.

Keterlibatan Indonesia dalam Program for International Student Assessment (PISA) adalah dalam upaya melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita
berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. Hal ini menjadi penting dilihat dari kepentingan anak-anak kita di masa yang akan datang sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi. Penilaian PISA dapat dibedakan dari
penilaian lainnya dalam hal sebagaimana disebutkan di bawah ini ( Hayat, 2009):
·         PISA berorientasi pada kebijakan desain dan metode penilaian dan pelaporan
disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing negara peserta PISA agar dapat dengan mudah ditarik pelajaran tentang kebijakan yang telah dibuat oleh negara peserta melalui perbandingan data yang disediakan.
·         PISA menggunakan pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar yang berkaitan dengan kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam mata pelajaran kunci disertai dengan kemampuan untuk menelaah, memberi alasan dan mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi.
·         Konsep belajar dalam PISA berhubungan dengan konsep belajar sepanjang hayat, yaitu konsep belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi siswa sesuai dengan kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga motivasi belajar, konsep diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang diterapkan.
·         Pelaksanaan penilaian dalam PISA teratur dalam rentangan waktu tertentu yang memungkinkan negara-negara peserta untuk memonitor kemajuan mereka sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Tetapi, pada kenyataannya dalam tes PISA negara indonesia masih berada pada level yang paling bawah. Berdasarkan  hasil survey Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2011menyatakan bahwa posisi atau peringkat Indonesia berada pada juru kunci, seperti tampak pada tabel berikut.
Gambar 1. Hasil PISA

Hasil terbaru dari PISA 2013 seperti yang dilansir dalam detikNews bahwa Mendikbud menyatakan jika perombakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 itu sangat perlu berdasarkan hasil survei PISA yang menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi 64 dari 65 negara.
Hal ini bisa jadi disebabkan kebijakan pemerintah kita dengan adanya Ujian Nasional. Saat ini tolak ukur keberhasilan siswa sepertinya hanya terletak pada Ujian Nasional sebagai suatu tes formal yang mesti ditempuh oleh peserta didik untuk lulus guna melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dari SMP ke SMA. Seperti kita ketahui pada soal-soal ujian nasional lebih menekankan pada penguasaan keterampilan dasar (basic skill), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari- hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Sampoerna Foundation menunjukkan bahwa sebaran soal Ujian Nasional masih sangat kontekstual, yakni penuh dengan penghitungan. Sehingga siswa banyak dituntut melakukan penghitungan dengan menerapkan rumus-rumus tanpa menekankan problem solving atau penalaran (Yuyun Yunengsih, 2008).
Soal-soal PISA sangat menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Seorang siswa dikatakan mampu menyelesaikan masalah apabila ia dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Wardhani, 2005).
Di dalam soal-soal PISA terdapat delapan ciri kemampuan kognitif matematika yaitu :
a.       thinking and reasoning
b.      argumentation
c.       communication
d.      modelling
e.        problem posing and solving
f.       representation, using symbolic
g.      formal and technical language and operations
h.       use of aids and tools
Kedelapan kemampuan kognitif matematika itu sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat pada kurikulum kita . Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa soal-soal PISA bukan hanya menuntut kemampuan dalam penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep itu dapat diterapkan dalam berbagai macam situasi, dan kemampuan siswa dalam bernalar dan berargumentasi tentang bagaimana soal itu dapat diselesaikan.

PISA Framework
Framework PISA Matematika berdasarkan tiga dimensi: (i) isi atau konten matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan siswa ketika mengamati suatu gejala, menghubungkan gejala itu dengan matematika, kemudian memecahkan masalah yang diamatinya itu; dan (iii) situasi dan konteks. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. PISA Matematika Framework

Konten dibagi menjadi empat bagian (Hayat, 2009) yaitu:
1.      Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran
geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali cirriciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.
2.      Perubahan dan hubungan (change and relationships) berkaitan dengan pokok
pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seprti penambahan, pengurangan, dan
pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai symbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan table. Oleh karena setiap representasi symbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.
3.      Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan,
antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitunhg di luar kepala, dan melakukan penaksiran.
4.      Probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistic
dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat informasi.
Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk belajar matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup keseharian.

Proses Matematika
PISA mengelompokkan komponen proses ini ke dalam tiga kelompok (Hayat, 2009) yaitu:
1.      Komponen proses reproduksi (reproduction cluster) Dalam penilaian PISA, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa diharapkan dapat mengulang kembali defenisi suatu hal dalam matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum dilakukan. Tentunya keterampilan seperti ini sudah sering kita lihat dalam penilaian tradisional.
2.      Komponen proses koneksi (connection cluster) Dalam koneksi ini, siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat. Dalam kelas ini pula, siswa dapat memecahkan permasalahan yang sederhana. Khususnya, siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan secara matematika dengan menggunakan penalaran matematika yang sederhana.
3.      Komponen proses refleksi (reflection cluster) Komponen refleksi ini adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakan pemikiran matematikanya secara mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan menemukan ‘matematika’ dibalik situasi tersebut. Proses matematisasi ini meliputi kompetensi siswa dalam mengenali dan merumuskan keadaan dalam konsep matematika, membuat model sendiri tentang keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan refleksi atas model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya kembali pada situasi semula.

Konteks Matematika
Dalam PISA, konteks matematika dibagi ke dalam empat situasi ( Hayat, 2009) sebagi berikut:
1.      Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan  pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.
2.      Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada umumnya.
3.      Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapatmenyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
4.      Konteks keilmuan yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Konteks ini dikenal sebagai konteks intra-mathematical.

Setiap soal dalam PISA mencakup ketiga dimensi di atas, yaitu dimensi konten, proses, dan konteks. Ketiga komponen dalam PISA tersebut, dapat di lihat pada bagan di bawah ini (OECD, 2009)
Gambar 3. Komponen PISA Matematika

Soal-soal itu disusun dalam berbagai format. Ada soal yang menuntut siswa untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Pada beberapa soal, siswa diminta untuk menuliskan proses perhitungan sehingga dapat diketahui metode dan proses berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan. Ada juga soal yang menuntut siswa untuk menjelaskan lebih jauh lagi apa yang menjadi jawaban mereka. Seperti yang ditulis Gerry Shiel dkk dalam PISA Mathematics: A Teacher’s Guide bahwa format dalam penilaian PISA adalah:
1.      Traditional multiple-choice item
2.      Complex multiple-choice items
3.      Closed-constructed response items
4.      Short-response items

5.      Open-constructed response items

2 komentar:

bagaimanakah prosedur pendaftaran siswa untuk tes PISA di indonesia?

Yg perlu dibenahi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah sistim dan implementasi regulasi secara menyeluruh. Mutu pendidikan fisetiap propinsi berbeda padahal kurikulumnya sama. Pendidikan jgn dipolitisasi sehingga yg punya kompetensi dihargai bukan sebaliknya. kemampuan manajerial kepala sekolah jadi faktor utama bukan keberhasilan suksesi pikada. Ini kadang terlupakan tapi ini adalah penentu.

Posting Komentar