Selasa, 08 April 2014

TIMSS (Trends International Mathematics and Science Study)

  
Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) merupakan studi international tentang kecenderungan atau perkembangan matematika dan sains. Studi ini diselenggarakan oleh International Association for the Evaluation of Education Achievement (IEA) yaitu sebuah asosiasi internasional untuk menilai prestasi dalam pendidikan yang berpusat di Lynch School of Education, Boston College, USA.
TIMSS bertujuan untuk mengetahui peningkatan pembelajaran matematika dan sains. yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali. Pertama kali diselenggarakan pada tahun 1995, kemudian berturut-turut pada tahun 1999, 2003, 2007 dan 2011 sedang berlangsung. Salah satu kegiatan yang dilakukan TIMSS adalah menguji kemampuan matematika siswa kelas IV SD (Sekolah Dasar) dan Kelas VIII SMP (Sekolah Menengah Pertama). Bentuk soal-soal  dalam TIMSS adalah pilihan ganda dengan 4 atau 5 pilihan jawaban, isian singkat dan uraian. Kerangka penilaian kemampuan bidang matematika yang diuji menggunakan istilah dimensi dan domain.
Dalam TIMSS 2011 Assesment framework penilaian terbagi atas dua dimensi, yaitu dimensi konten dan dimensi kognitif. Penilaian dimensi konten untuk siswa kelas IV SD terdiri atas tiga domain, yaitu: bilangan, bentuk geometri dan pengukuran, serta penyajian data. Perhatikan tabel berikut.
Fourth Grade
Content (Mathematics)
Percentages
Topic Area
Number
50%
Whole numbers, Fraction and Decimals, Number sentences, Patterns and Relations
Geometric Shapes dan Measures
35%
Lines and Angles, Two and Three Dimention, Location and Movement
Data Display
15%
Reading and Interpreting, Organizing and Representing



Fourth Grade
Content (Science)
Percentages
Topic Area
Life Scince
45%
Characteristics and Life Process of Living Things, Life Cycles, Reproduction and Heredity Interaction with the Environment Ecosystems, Human Health
Physical Science
35%
Classification and Properties of Matter, Physical States and Change in Matter, Energy Sources, Heat and Temperature, Light and Sound, Electricity and Magnetism, Forces and Motion
Earth Science
20%
Earth’s Structure and Physical Features, Earth’s Processes, Cycles and History, Earth’s Resources, Their Use and Conservation, Eart in the Solar System and The Universe


Sedangkan dimensi konten untuk kelas VIII SMP terdiri atas empat domain, yaitu: bilangan, aljabar, geometri, data dan peluang. Perhatikan tabel berikut.
Eighth Grade
Content (Mathematics)
Percentages
Topic Area
Number
30%
Whole numbers, Fraction and Decimals, Integers, Ration, Proportion and Percent
Algebra
30%
Patterns, Algebraic Expressions, Equations/ Formulas and Functions
Geometry
20%
Geometrics Shapes, Geometric Measurement, Location and Movement
Data and Chance
20%
Data Organization and Representation, Data Interpretation, Chance


Fourth Grade
Content (Science)
Percentages
Topic Area
Biology
35%
Characteristics, Classification and Life, Processes of Organisms, Cells and Their Fuctions, Life Cycles, Reproduction and Heredity, Diversity, Adaptation and Natural Selection, Hyman Health
Chemistry
20%
Classification and Composition of Matter, Properties of Matter, Chemical change
Physics
25%
Physical States and Change in Matter, Energy Transformations, Heat and Temperature, Light and Sound, Electricity and Magnetism, Forces and Motion
Earth Science
20%
Earth’s Structure and Physical Features, Earth’s Processes, Cycles and History, Earth’s Resources, Their Use and Conservation, Eart in the Solar System and The Universe

Penilaian dimensi kognitif pada kelas IV SD dan kelas VIII SMP terdiri dari tiga domain, yaitu :
1.      Domain pertama adalah pengetahuan, mencakup fakta-fakta, konsep dan prosedur yang harus diketahui siswa.
2.      Domain kedua adalah penerapan, yang berfokus pada kemampuan siswa menerapkan pengetahuan dan pemahaman konsep untuk menyelesaikan masalah atau menjawab pertanyaan.
3.      Domain ketiga yaitu domain penalaran, yang berfokus pada penyelesaian masalah non rutin, konteks yang kompleks dan melakukan langkah penyelesaian masalah yang banyak.
Cognitive Domains for Mathematics

Fourth Grade
Eighth Grade
Knowing
40%
35%
Applying
40%
40%
Reasoning
20%
25%

Cognitive Domains for Science

Fourth Grade
Eighth Grade
Knowing
40%
35%
Applying
40%
35%
Reasoning
20%
30%

Selama keikutsertaan Indonesia dalam TIMSS hanya mengikutsertakan siswa kelas VIII SMP saja, sedangkan siswa kelas IV SD belum pernah diikutsertakan.  Padahal pembelajaran dan soal-soal yang menuntut penalaran harus sudah dibiasakan sejak dini.  Beberapa ahli  mengungkapkan bahwa pembelajaran matematika sejak usia dini akan tercermin dalam pemahaman tentang konsep matematika pada saat mereka dewasa.
Terdapat empat aspek penalaran yang perlu dikembangkan sejak anak Sekolah Dasar yaitu :
a.        pertama mengembangkan pembenaran dan menggunakan perumuman.
b.      Kedua, menuntun pada jalinan dari pengetahuan matematik yang saling berhubungan daam suatu ranah matematik.
c.       Ketiga, pengembangan jalinan pemahaman matematik dakan menjadi dasar ari kepekaan matematik yang manjadi basis untuk melihat ke intinya sewaktu anak berjumpa dengan masalah matematik.
d.      Keempat, perlunya mengkaji penalaran keliru sebagai kawah menuju pengembangan mendalam pengetahuan matematik.
Dan Soal-soal matematika model TIMSS dapat digunakan untuk membiasakan siswa Sekolah Dasar untuk melatih penalaran matematis siswa.
Hasil survei empat tahunan TIMSS, pada keikutsertaan pertamakali tahun 1999 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 38 negara. Pada tahun 2003 Indonesia berada pada peringkat 34 dari 46 negara. Dan ranking Indonesia pada TIMSS tahun 2007 turun menjadi ranking 36 dari 48 negara. Posisi Indonesia dengan rata-rata 405, relatif sangat rendah dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lain yang berpartisipasi dalam TIMSS 2007 seperti Malaysia yang menempati posisi 20 dengan skor rata-rata 474, apalagi Singapura yang menempati posisi ke-3 dengan skor rata-rata 593 (Mullis et al dalam Iryanti, 2010). Bila dirujuk ke benchmark yang dibuat TIMSS. Standar internasional untuk kategori mahir 625, tinggi 550, sedang 475 dan rendah 400. Maka hasil yang dicapai siswa Indonesia tersebut masuk pada kategori rendah, jauh dari kategori mahir (625) dimana pada kategori ini siswa dapat mengorganisasikan informasi, membuat perumuman, memecahkan masalah tidak rutin, mengambil dan mengajukan argumen pembenaran simpulan. Dimana pada kategori mahir inilah yang ingin dicapai dalam kurikulum pendidikan matematika disekolah.
Hasil TIMSS yang rendah ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor penyebabnya antara lain karena siswa di Indonesia kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontektual, menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam meyelesaikannya. Dimana soal-soal tersebut merupakan karakteristik soal-soal TIMSS.
Dalam penelitian yang dilakukan beberapa ahli menunjukkan persentasi waktu pembelajaran matematika di Indonesia lebih banyak digunakan untuk membahas atau mendiskusikan soal-soal dengan kompleksitas  rendah yaitu sebesar 57%  dan untuk membahas soal-soal dengan kompleksitas tinggi menggunakan waktu yang lebih sedikit sekitar 3%, sedangkan soal-soal model TIMSS termasuk soal-soal yang memiliki kompleksitas sedang dan tinggi, serta memerlukan penalaran dalam penyelesaiannya. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa  Indonesia kurang terbiasa mengerjakan soal-soal model TIMSS. Untuk itu penting sekali memperbanyak soal-soal model TIMSS yang mengandung penalaran matematis dalam pembelajaran. Dalam hal ini penting untuk mensosialisasikan pada guru tentang apa dan bagaimana karakteristik soal-soal model TIMSS untuk diimplementasikan dalam proses pembelajaran di kelas.


Senin, 07 April 2014

PISA (Programme Internationale for Student Assesment )

PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan yang dirancang untuk  siswa usia 15 tahun . PISA sendiri merupakan proyek dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk bidang membaca, matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari sistem pendidikan harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep utamanya adalah literasi.
PISA dilaksanakan setiap tiga tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya.  Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada studi ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini, setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan, seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu. Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium internasional yang beranggotakan the Australian Council for Educational Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement (Citogroep), the National Institute for Educational Policy Research in Japan (NIER), dan WESTAT United States.
Tujuan PISA adalah untuk mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains bagi siswa usia 15 tahun. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain untuk mengetahui posisi prestasi literasi siswa di Indonesia bila dibandingkan dengan prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor – faktor yang mempengaruhinya. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum.Masing-masing aspek literasi yang diukur adalah sebagai berikut:
o  Membaca : memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam bentuk tulisan.
o  Matematika : mengidentifikasikan dan memahami serta menggunakan dasar-dasarmatematika yang diperlukan seseorang dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
o  Sains : menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi masalah untuk memahamifakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta perubahan yang terjadi padalingkungan.

Keterlibatan Indonesia dalam Program for International Student Assessment (PISA) adalah dalam upaya melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita
berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. Hal ini menjadi penting dilihat dari kepentingan anak-anak kita di masa yang akan datang sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi. Penilaian PISA dapat dibedakan dari
penilaian lainnya dalam hal sebagaimana disebutkan di bawah ini ( Hayat, 2009):
·         PISA berorientasi pada kebijakan desain dan metode penilaian dan pelaporan
disesuaikan dengan kebutuhan masing- masing negara peserta PISA agar dapat dengan mudah ditarik pelajaran tentang kebijakan yang telah dibuat oleh negara peserta melalui perbandingan data yang disediakan.
·         PISA menggunakan pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar yang berkaitan dengan kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam mata pelajaran kunci disertai dengan kemampuan untuk menelaah, memberi alasan dan mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan permasalahan dalam berbagai situasi.
·         Konsep belajar dalam PISA berhubungan dengan konsep belajar sepanjang hayat, yaitu konsep belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi siswa sesuai dengan kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga motivasi belajar, konsep diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang diterapkan.
·         Pelaksanaan penilaian dalam PISA teratur dalam rentangan waktu tertentu yang memungkinkan negara-negara peserta untuk memonitor kemajuan mereka sesuai dengan tujuan belajar yang telah ditetapkan.
Tetapi, pada kenyataannya dalam tes PISA negara indonesia masih berada pada level yang paling bawah. Berdasarkan  hasil survey Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2011menyatakan bahwa posisi atau peringkat Indonesia berada pada juru kunci, seperti tampak pada tabel berikut.
Gambar 1. Hasil PISA

Hasil terbaru dari PISA 2013 seperti yang dilansir dalam detikNews bahwa Mendikbud menyatakan jika perombakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 itu sangat perlu berdasarkan hasil survei PISA yang menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi 64 dari 65 negara.
Hal ini bisa jadi disebabkan kebijakan pemerintah kita dengan adanya Ujian Nasional. Saat ini tolak ukur keberhasilan siswa sepertinya hanya terletak pada Ujian Nasional sebagai suatu tes formal yang mesti ditempuh oleh peserta didik untuk lulus guna melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dari SMP ke SMA. Seperti kita ketahui pada soal-soal ujian nasional lebih menekankan pada penguasaan keterampilan dasar (basic skill), namun sedikit atau sama sekali tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari- hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Sampoerna Foundation menunjukkan bahwa sebaran soal Ujian Nasional masih sangat kontekstual, yakni penuh dengan penghitungan. Sehingga siswa banyak dituntut melakukan penghitungan dengan menerapkan rumus-rumus tanpa menekankan problem solving atau penalaran (Yuyun Yunengsih, 2008).
Soal-soal PISA sangat menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Seorang siswa dikatakan mampu menyelesaikan masalah apabila ia dapat menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Wardhani, 2005).
Di dalam soal-soal PISA terdapat delapan ciri kemampuan kognitif matematika yaitu :
a.       thinking and reasoning
b.      argumentation
c.       communication
d.      modelling
e.        problem posing and solving
f.       representation, using symbolic
g.      formal and technical language and operations
h.       use of aids and tools
Kedelapan kemampuan kognitif matematika itu sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat pada kurikulum kita . Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa soal-soal PISA bukan hanya menuntut kemampuan dalam penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep itu dapat diterapkan dalam berbagai macam situasi, dan kemampuan siswa dalam bernalar dan berargumentasi tentang bagaimana soal itu dapat diselesaikan.

PISA Framework
Framework PISA Matematika berdasarkan tiga dimensi: (i) isi atau konten matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan siswa ketika mengamati suatu gejala, menghubungkan gejala itu dengan matematika, kemudian memecahkan masalah yang diamatinya itu; dan (iii) situasi dan konteks. Seperti terlihat pada gambar berikut ini:

Gambar 2. PISA Matematika Framework

Konten dibagi menjadi empat bagian (Hayat, 2009) yaitu:
1.      Ruang dan bentuk (space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran
geometri. Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk, mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk, serta mengenali cirriciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda tersebut.
2.      Perubahan dan hubungan (change and relationships) berkaitan dengan pokok
pelajaran aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan yang bersifat umum, seprti penambahan, pengurangan, dan
pembagian. Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai symbol aljabar, grafik, bentuk geometris, dan table. Oleh karena setiap representasi symbol itu memiliki tujuan dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.
3.      Bilangan (quantity) berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan,
antara lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten bilangan ini adalah kemampuan bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami langkah-langkah matematika, berhitunhg di luar kepala, dan melakukan penaksiran.
4.      Probabilitas dan ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistic
dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat informasi.
Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk belajar matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup keseharian.

Proses Matematika
PISA mengelompokkan komponen proses ini ke dalam tiga kelompok (Hayat, 2009) yaitu:
1.      Komponen proses reproduksi (reproduction cluster) Dalam penilaian PISA, siswa diminta untuk mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa diharapkan dapat mengulang kembali defenisi suatu hal dalam matematika. Dari segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum dilakukan. Tentunya keterampilan seperti ini sudah sering kita lihat dalam penilaian tradisional.
2.      Komponen proses koneksi (connection cluster) Dalam koneksi ini, siswa diminta untuk dapat membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan masyarakat. Dalam kelas ini pula, siswa dapat memecahkan permasalahan yang sederhana. Khususnya, siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan secara matematika dengan menggunakan penalaran matematika yang sederhana.
3.      Komponen proses refleksi (reflection cluster) Komponen refleksi ini adalah kompetensi yang paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji kompetensi ini, diharapkan setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakan pemikiran matematikanya secara mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan menemukan ‘matematika’ dibalik situasi tersebut. Proses matematisasi ini meliputi kompetensi siswa dalam mengenali dan merumuskan keadaan dalam konsep matematika, membuat model sendiri tentang keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan refleksi atas model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya kembali pada situasi semula.

Konteks Matematika
Dalam PISA, konteks matematika dibagi ke dalam empat situasi ( Hayat, 2009) sebagi berikut:
1.      Konteks pribadi yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan  pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.
2.      Konteks pendidikan dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya, melakukan klasifikasi masalah, dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada umumnya.
3.      Konteks umum yang berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa dapatmenyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di masyarakat.
4.      Konteks keilmuan yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan masalah matematika. Konteks ini dikenal sebagai konteks intra-mathematical.

Setiap soal dalam PISA mencakup ketiga dimensi di atas, yaitu dimensi konten, proses, dan konteks. Ketiga komponen dalam PISA tersebut, dapat di lihat pada bagan di bawah ini (OECD, 2009)
Gambar 3. Komponen PISA Matematika

Soal-soal itu disusun dalam berbagai format. Ada soal yang menuntut siswa untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata mereka sendiri. Pada beberapa soal, siswa diminta untuk menuliskan proses perhitungan sehingga dapat diketahui metode dan proses berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan. Ada juga soal yang menuntut siswa untuk menjelaskan lebih jauh lagi apa yang menjadi jawaban mereka. Seperti yang ditulis Gerry Shiel dkk dalam PISA Mathematics: A Teacher’s Guide bahwa format dalam penilaian PISA adalah:
1.      Traditional multiple-choice item
2.      Complex multiple-choice items
3.      Closed-constructed response items
4.      Short-response items

5.      Open-constructed response items