PISA merupakan singkatan dari Programme Internationale for Student
Assesment yang merupakan suatu bentuk evaluasi kemampuan dan pengetahuan
yang dirancang untuk siswa usia 15 tahun
. PISA sendiri merupakan proyek dari Organization for Economic Co-operation and
Development (OECD) yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2000 untuk
bidang membaca, matematika dan sains. Ide utama dari PISA adalah hasil dari
sistem pendidikan harus diukur dengan kompetensi yang dimiliki oleh siswa dan konsep
utamanya adalah literasi.
PISA dilaksanakan setiap tiga
tahun sekali, yaitu pada tahun 2000, 2003, 2006, 2009, dan seterusnya. Sejak tahun 2000 Indonesia mulai sepenuhnya
berpartisipasi pada PISA. Pada tahun 2000 sebanyak 41 negara berpartisipasi
sebagai peserta sedangkan pada tahun 2003 menurun menjadi 40 negara dan pada
tahun 2006 melonjak menjadi 57 negara. Jumlah negara yang berpartisipasi pada
studi ini meningkat pada tahun 2009 yaitu sebanyak 65 negara. PISA terakhir
diadakan pada tahun 2012, dan laporan mengenai hasil studi ini belum dirilis
oleh pihak OECD.
Dalam melakukan studi ini,
setiap negara harus mengikuti prosedur operasi standar yang telah ditetapkan,
seperti pelaksanaan uji coba dan survei, penggunaan tes dan angket, penentuan
populasi dan sampel, pengelolaan dan analisis data, dan pengendalian mutu.
Desain dan implementasi studi berada dalam tanggung jawab konsorsium
internasional yang beranggotakan the Australian Council for Educational
Research (ACER), the Netherlands National Institute for Educational Measurement
(Citogroep), the National Institute for Educational Policy Research in Japan
(NIER), dan WESTAT United States.
Tujuan PISA adalah untuk
mengukur prestasi literasi membaca, matematika, dan sains bagi siswa usia 15
tahun. Bagi Indonesia, manfaat yang dapat diperoleh antara lain untuk
mengetahui posisi prestasi literasi siswa di Indonesia bila dibandingkan dengan
prestasi literasi siswa di negara lain dan faktor – faktor yang
mempengaruhinya. Dasar penilaian prestasi literasi membaca, matematika, dan
sains dalam PISA memuat pengetahuan yang terdapat dalam kurikulum dan
pengetahuan yang bersifat lintas kurikulum.Masing-masing aspek literasi yang
diukur adalah sebagai berikut:
o Membaca : memahami, menggunakan, dan merefleksikan dalam
bentuk tulisan.
o Matematika : mengidentifikasikan dan memahami serta
menggunakan dasar-dasarmatematika yang diperlukan seseorang dalam menghadapi
kehidupan sehari-hari.
o Sains : menggunakan pengetahuan dan mengidentifikasi
masalah untuk memahamifakta-fakta dan membuat keputusan tentang alam serta
perubahan yang terjadi padalingkungan.
Keterlibatan Indonesia dalam Program for International Student Assessment
(PISA) adalah dalam upaya melihat sejauh mana program pendidikan di negara kita
berkembang dibanding negara-negara lain di dunia. Hal ini
menjadi penting dilihat dari kepentingan anak-anak kita di masa yang akan datang
sehingga mampu bersaing dengan negara-negara lain dalam era globalisasi. Penilaian
PISA dapat dibedakan dari
penilaian lainnya dalam hal sebagaimana disebutkan di
bawah ini ( Hayat, 2009):
·
PISA berorientasi
pada kebijakan desain dan metode penilaian dan pelaporan
disesuaikan
dengan kebutuhan masing- masing negara peserta PISA agar dapat dengan mudah
ditarik pelajaran tentang kebijakan yang telah dibuat oleh negara peserta
melalui perbandingan data yang disediakan.
·
PISA menggunakan
pendekatan literasi yang inovatif, suatu konsep belajar yang berkaitan dengan
kapasitas para siswa untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam mata
pelajaran kunci disertai dengan kemampuan untuk menelaah, memberi alasan dan
mengomunikasikannya secara efektif, serta memecahkan dan menginterpretasikan
permasalahan dalam berbagai situasi.
·
Konsep belajar
dalam PISA berhubungan dengan konsep belajar sepanjang hayat, yaitu konsep
belajar yang tidak membatasi pada penilaian kompetensi siswa sesuai dengan
kurikulum dan konsep lintas kurikulum, melainkan juga motivasi belajar, konsep
diri mereka sendiri, dan strategi belajar yang diterapkan.
·
Pelaksanaan
penilaian dalam PISA teratur dalam rentangan waktu tertentu yang memungkinkan
negara-negara peserta untuk memonitor kemajuan mereka sesuai dengan tujuan
belajar yang telah ditetapkan.
Tetapi, pada
kenyataannya dalam tes PISA negara indonesia masih berada pada level yang
paling bawah. Berdasarkan hasil survey
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2011menyatakan bahwa posisi
atau peringkat Indonesia berada pada juru kunci, seperti tampak pada tabel
berikut.
Gambar 1. Hasil PISA
Hasil terbaru dari
PISA 2013 seperti yang dilansir dalam detikNews bahwa Mendikbud menyatakan jika
perombakan kurikulum KTSP menjadi kurikulum 2013 itu sangat perlu berdasarkan
hasil survei PISA yang menyatakan bahwa Indonesia menempati posisi 64 dari 65
negara.
Hal ini bisa jadi
disebabkan kebijakan pemerintah kita dengan adanya Ujian Nasional. Saat ini
tolak ukur keberhasilan siswa sepertinya hanya terletak pada Ujian Nasional
sebagai suatu tes formal yang mesti ditempuh oleh peserta didik untuk lulus
guna melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Misalnya dari SMP ke SMA.
Seperti kita ketahui pada soal-soal ujian nasional lebih menekankan pada
penguasaan keterampilan dasar (basic skill), namun sedikit atau sama sekali
tidak ada penekanan untuk penerapan matematika dalam konteks kehidupan sehari-
hari, berkomunikasi secara matematis, dan bernalar secara matematis. Seperti
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sampoerna Foundation menunjukkan bahwa
sebaran soal Ujian Nasional masih sangat kontekstual, yakni penuh dengan
penghitungan. Sehingga siswa banyak dituntut melakukan penghitungan dengan
menerapkan rumus-rumus tanpa menekankan problem solving atau penalaran (Yuyun
Yunengsih, 2008).
Soal-soal PISA
sangat menuntut kemampuan penalaran dan pemecahan masalah. Seorang siswa
dikatakan mampu menyelesaikan masalah apabila ia dapat menerapkan pengetahuan
yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal
(Wardhani, 2005).
Di dalam soal-soal
PISA terdapat delapan ciri kemampuan kognitif matematika yaitu :
a.
thinking and
reasoning
b.
argumentation
c.
communication
d.
modelling
e.
problem posing and solving
f.
representation,
using symbolic
g.
formal and technical
language and operations
h.
use of aids and tools
Kedelapan kemampuan kognitif matematika itu sangat sesuai
dengan tujuan pembelajaran matematika yang terdapat pada kurikulum kita . Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa soal-soal PISA bukan hanya menuntut
kemampuan dalam penerapan konsep saja, tetapi lebih kepada bagaimana konsep itu
dapat diterapkan dalam berbagai macam situasi, dan kemampuan siswa dalam
bernalar dan berargumentasi tentang bagaimana soal itu dapat diselesaikan.
PISA Framework
Framework PISA Matematika berdasarkan tiga dimensi: (i)
isi atau konten matematika; (ii) proses yang perlu dilakukan siswa ketika
mengamati suatu gejala, menghubungkan gejala itu dengan matematika, kemudian
memecahkan masalah yang diamatinya itu; dan (iii) situasi dan konteks. Seperti
terlihat pada gambar berikut ini:
Gambar 2. PISA Matematika Framework
Konten dibagi menjadi empat
bagian (Hayat, 2009) yaitu:
1.
Ruang dan bentuk
(space and shape) berkaitan dengan pokok pelajaran
geometri.
Soal tentang ruang dan bentuk ini menguji kemampuan siswa mengenali bentuk,
mencari persamaan dan perbedaan dalam berbagai dimensi dan representasi bentuk,
serta mengenali cirriciri suatu benda dalam hubungannya dengan posisi benda
tersebut.
2.
Perubahan dan
hubungan (change and relationships) berkaitan dengan pokok
pelajaran
aljabar. Hubungan matematika sering dinyatakan dengan persamaan atau hubungan
yang bersifat umum, seprti penambahan, pengurangan, dan
pembagian.
Hubungan itu juga dinyatakan dalam berbagai symbol aljabar, grafik, bentuk
geometris, dan table. Oleh karena setiap representasi symbol itu memiliki tujuan
dan sifatnya masing-masing, proses penerjemahannya sering menjadi sangat penting
dan menentukan sesuai dengan situasi dan tugas yang harus dikerjakan.
3.
Bilangan (quantity)
berkaitan dengan hubungan bilangan dan pola bilangan,
antara
lain kemampuan untuk memahami ukuran, pola bilangan, dan segala sesuatu yang
berhubungan dengan bilangan dalam kehidupan sehari-hari, seperti menghitung dan
mengukur benda tertentu. Termasuk ke dalam konten bilangan ini adalah kemampuan
bernalar secara kuantitatif, merepresentasikan sesuatu dalam angka, memahami
langkah-langkah matematika, berhitunhg di luar kepala, dan melakukan penaksiran.
4.
Probabilitas dan
ketidakpastian (uncertainty) berhubungan dengan statistic
dan probabilitas yang sering digunakan dalam masyarakat
informasi.
Keempat konten matematika tersebut adalah landasan untuk
belajar matematika sepanjang hayat untuk kebutuhan hidup keseharian.
Proses Matematika
PISA mengelompokkan komponen proses ini ke dalam tiga
kelompok (Hayat, 2009) yaitu:
1.
Komponen proses
reproduksi (reproduction cluster) Dalam penilaian PISA, siswa diminta untuk
mengulang atau menyalin informasi yang diperoleh sebelumnya. Misalnya, siswa
diharapkan dapat mengulang kembali defenisi suatu hal dalam matematika. Dari
segi keterampilan, siswa dapat mengerjakan perhitungan sederhana yang mungkin
membutuhkan penyelesaian tidak terlalu rumit dan umum dilakukan. Tentunya
keterampilan seperti ini sudah sering kita lihat dalam penilaian tradisional.
2.
Komponen proses
koneksi (connection cluster) Dalam koneksi ini, siswa diminta untuk dapat
membuat keterkaitan antara beberapa gagasan dalam matematika, membuat hubungan
antara materi ajar yang dipelajari dengan kehidupan nyata di sekolah dan
masyarakat. Dalam kelas ini pula, siswa dapat memecahkan permasalahan yang
sederhana. Khususnya, siswa dapat memecahkan soal yang berkaitan dengan pemecahan
masalah dalam kehidupan tetapi masih sederhana. Dengan demikian, siswa diharapkan
dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan secara matematika dengan
menggunakan penalaran matematika yang sederhana.
3.
Komponen proses
refleksi (reflection cluster) Komponen refleksi ini adalah kompetensi yang
paling tinggi yang diukur kemampuannya dalam PISA, yaitu kemampuan bernalar
dengan menggunakan konsep matematika. Melalui uji kompetensi ini, diharapkan
setiap siswa berhadapan dengan suatu keadaan tertentu. Mereka dapat menggunakan
pemikiran matematikanya secara mendalam dan menggunakannya untuk memecahkan
masalah. Dalam melakukan refleksi ini, siswa melakukan analisis terhadap
situasi yang dihadapinya, mengidentifikasi dan menemukan ‘matematika’ dibalik
situasi tersebut. Proses matematisasi ini meliputi kompetensi siswa dalam
mengenali dan merumuskan keadaan dalam konsep matematika, membuat model sendiri
tentang keadaan tersebut, melakukan analisis, berpikir kritis, dan melakukan refleksi
atas model itu, serta memecahkan masalah dan menghubungkannya kembali pada
situasi semula.
Konteks Matematika
Dalam PISA, konteks matematika dibagi ke dalam empat
situasi ( Hayat, 2009) sebagi berikut:
1.
Konteks pribadi
yang secara langsung berhubungan dengan kegiatan pribadi siswa sehari-hari. Dalam menjalani kehidupan
sehari-hari tentu para siswa menghadapi berbagai persoalan pribadi yang
memerlukan pemecahan secepatnya. Matematika diharapkan dapat berperan dalam
menginterpretasikan permasalahan dan kemudian memecahkannya.
2.
Konteks pendidikan
dan pekerjaan yang berkaitan dengan kehidupan siswa di sekolah dan atau di
lingkungan tempat bekerja. Pengetahuan siswa tentang konsep matematika
diharapkan dapat membantu untuk merumuskannya, melakukan klasifikasi masalah,
dan memecahkan masalah pendidikan dan pekerjaan pada umumnya.
3.
Konteks umum yang
berkaitan dengan penggunaan pengetahuan matematika dalam kehidupan
bermasyarakat dan lingkungan yang lebih luas dalam kehidupan sehari-hari. Siswa
dapatmenyumbangkan pemahaman mereka tentang pengetahuan dan konsep matematikanya
itu untuk mengevaluasi berbagai keadaan yang relevan dalam kehidupan di
masyarakat.
4.
Konteks keilmuan
yang secara khusus berhubungan dengan kegiatan ilmiah yang lebih bersifat
abstrak dan menuntut pemahaman dan penguasaan teori dalam melakukan pemecahan
masalah matematika. Konteks ini dikenal sebagai konteks intra-mathematical.
Setiap soal dalam PISA mencakup ketiga dimensi di atas,
yaitu dimensi konten, proses, dan konteks. Ketiga komponen dalam PISA tersebut,
dapat di lihat pada bagan di bawah ini (OECD, 2009)
Gambar 3.
Komponen PISA Matematika
Soal-soal itu disusun dalam berbagai format. Ada soal
yang menuntut siswa untuk menjawab pertanyaan dengan menggunakan kata-kata
mereka sendiri. Pada beberapa soal, siswa diminta untuk menuliskan proses perhitungan
sehingga dapat diketahui metode dan proses berpikir siswa dalam menjawab pertanyaan.
Ada juga soal yang menuntut siswa untuk menjelaskan lebih jauh lagi apa yang
menjadi jawaban mereka. Seperti yang ditulis Gerry Shiel dkk dalam PISA Mathematics:
A Teacher’s Guide bahwa format dalam penilaian PISA adalah:
1.
Traditional
multiple-choice item
2.
Complex
multiple-choice items
3.
Closed-constructed
response items
4.
Short-response
items
5.
Open-constructed
response items
2 komentar:
bagaimanakah prosedur pendaftaran siswa untuk tes PISA di indonesia?
Yg perlu dibenahi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah sistim dan implementasi regulasi secara menyeluruh. Mutu pendidikan fisetiap propinsi berbeda padahal kurikulumnya sama. Pendidikan jgn dipolitisasi sehingga yg punya kompetensi dihargai bukan sebaliknya. kemampuan manajerial kepala sekolah jadi faktor utama bukan keberhasilan suksesi pikada. Ini kadang terlupakan tapi ini adalah penentu.
Posting Komentar